Kebijakan mengubah penilaian di tingkat SD dikritisi oleh salah seorang guru di Kabupaten Garut, Dr Endang Kasupardi M, Pd. Menurutnya pemerintah sering keliru dalam pengistilahan suatu konsep yang dikeluarkannya. Doktor bahasa lulusan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mencontohkan, konsep pembelajaran tematik merupakan pengistilahan yang keliru, karena kata tematik secara definisi sudah bersifat mempelajari secara mendalam pada satu hal, tidak lagi bersifat umum atau lebih besar dari itu. Namun dalam kenyataannya, ternyata pembelajaran tersebut diperluas dan dijabarkan pada berbagai mata pelajaran, dengan pemikiran tema yang dipelajari memiliki keterkaitan dengan pelajaran lain.
Endang menjelaskan, pembelajaran tematik merupakan kekeliruan pengistilahan, karena apabila dikembangkan lagi dan masuk pada berbagai mata pelajaran itu bukan lagi tematik, melainkan topik. “ Tema merupakan bagian kecil dari topik sehingga tema menghasilkan judul yang secara detil menjabarkan isi yang dipelajari, tanpa mengait-ngaitkan dengan materi pelajaran lainnya selain mendalami pelajaran tertentu yang dipelajari secara mendalam,” jelasnya, ketika dihubungi, Sabtu (14/12)
Lebih jauh Endang mengatakan, pembelajaran tematik yang diikuti dengan penilaian deskriptif tidak dapat menggambarkan keberhasilan siswa dalam pembelajaran karena instrumen penilaian yang digunakan hanya bersifat semu dan belum mencerminkan gambaran instrument yang bersangkutan dapat memenuhi tuntutan evaluasi pelajaran lainnya, karenanya lanjut Endang , secara keseluruhan penilaian deskriptif memerlukan kajian ulang yang mendalam. Menurutnya, sekalipun hasil penelitian qualitative untuk menunjukkan tingkat keberhasilan siswa, tetap saja memerlukan penelitian quantitatif, karenanya penilaian seperti ini, apabila diterapkan di SD tidak tepat. “Saya memandang, penilaian angka yang pasti, rentang 1-10 sangat tepat. Penilaian angka ini, akan dapat segera dicerna oleh siswa dan orang tua siswa dibandingkan dengan penilaian deskrifsi yang memerlukan pemahaman dan memerlukan waktu untuk membaca dan melihatnya,” tambahnya
Endang menambahkan, indikasi lain, dengan penerapan penilaian deskriptif seperti ini, tidak pernah menunjukkan keberhasilan seseorang selain hanya merupakan penjelasan maju mundurnya dalam mengikuti proses pembelajaran, maka akibat dari penilaian deskrifsi seperti ini, wajar jika siswa SD tidak ada yang tinggal kelas. “Aturan seperti ini, cukup berbahaya, jika siswa dan orang tua akan memiliki sikap, belajar tidak belajar anaknya akan tetap lulus. Karena walau pun pembelajarnnya tidak berkembang sekalipun, ia tetap akan lulus sekolah,” katanya
Endang menyarankan, sebaiknya pelajaran jangan berprinsif pada istilah yang keliru, yakni pembelajaran tematik kemudian diperluas dan dipadukan dengan mata pelajaran lain serta siswa tidak tinggal kelas. “Sistem penerapan pembelajaran tematik yang akan dilaksanakan pada kurikulum 2013 cukup riskan dan rentan terhadap keberhasilan siswa selain hanya menambah pekerjaan guru mengerjakan administrasi, bukan bagaimana membuat siswa pintar dan menguasai pelajaran,” pungkasnya. HMP ***
0 comments:
Post a Comment