Home » , , » Garut Menuju Pilbup Oleh : Sofwan Saeful Malik

Garut Menuju Pilbup Oleh : Sofwan Saeful Malik

Written By Garut Express on Monday, August 26, 2013 | 9:31 PM




GARUT, menjelang Pemilukada, konstelasi politik sedang naik ke permukaan, di pasar misalnya: pedagang ramai ngomongin calon yang akan mereka pilih kelak. Bisik-bisik dari jongko ke jongko mereka akan pilih “besek” yang paling besar isinya. Seorang pedagang kaki lima tak mau ketinggalan, dia bilang dengan aksen sunda buhunnya, "baheula mah si eta teh dulur, ayeuna mah jadi batur", pun sebaliknya. Tukang ojegpun tak tinggal diam mearasa punya kawanan ia akan memilih calon yang pas untuk setoran. Di sekolah ataupun di komunitas sejenis yang mestinya steril dari urusan politik bahkan lebih hebat lagi, permintaannyapun tak main-main. Jika seorang calon mampu meloloskan proposalnya kelak suara lembaga tak akan kemana. ahhh...... selalu saja ada bergaining dalam politik.

Mungkin itu sebabnya ongkos politik menjadi mahal padahal untuk daftar untuk menjadi caleg tidaklah besar, variatif. “Salah satu partai misalnya hanya menghargakan 20 Jt, ada yang 30 jt ada yang 60 juta..dst. Menjadi bupatipun untuk daftar tidaklah besar, akan tetapi dana kampanyelah yang pasti melonjak belum lagi untuk biligo, stiker dan lain-lainnya. Demikian perbincangan saya dengan seorang caleg suatu ketika di salah satu Rumah Sakit."

Dalam politik tak ada yang pasti, tak ada yang abadi setiap orang punya kepentingan dan itu harga mati. Setiap orang punya harapan. Maka orang yang mampu meyakinkan harapan kostituenlah yang akan menjadi pemenang. Menjadi pemenang tidak semata-mata pandai membagi-bagikan uang, bingkisan, atau apapun itu namanya saja, akan tetapi mereka yang mampu menawarkan harapan. Seorang pemerhati budaya sunda bilang, "calon mah asal bisa nyieun dongeng anu bisa mere harapan maka peluang untuk menjadi pemenang terbuka lebar.
Bahkan khususnya Garut, barangkali, isu moral seorang calon pemimpin amatlah sensitif. Artinya Garut yang nota bene dilingkup pesantren-pesantren, maka keterjagaan moralitas seorang pemimpin menjadi harga mati. Moralitas seorang pemimpin inilah yang sering “diuget-uget” oleh masing-masing lawan politik sebelum atau sesudah menjadi pemenang, lalu bersekutu dengan masyarakat.!

Namun, tetap saja politik Machevelianisme sudah kepalangtanggung bertransformasi menjadi hukum yang tak tertulis. Sebab demi syahwat politik tiap orang rela menaggalkan identitas yang satu menuju identitas yang lain. Dalam politik, seorang calon pemimpin harus membongkar apa yang nyata dalam kehidupan politik, bukan apa yang seharusnya. Itu sebabnya dalam pemilukada Partai Politik apapun tak pernah menjanikan kemenangan bagi jagoannya, meskipun di parlemen paling banyak mengirim wakilnya.

Beruntung sekali para cabup, sebab gairah masyarakat Garut untuk andil mensukseskan gelaran pemilukada cukup antusias meski harus memilih satu dari sepuluh pilihan pada tanggal 8 September 2013 nanti. Politik bukanlah tragedi, masyarakat Garut tidak lagi meratapi kekacauan imajinasi pemimpinnya hari kemarin. Mungkin mereka sadar, bahwa selalu terbuka harapan untuk maju dengan pemimpin baru. Atau barangkali masyarakat tahu bahwa menjadi golput bukanlah pilihan bijak. Sebab, dengan menjadi golput akan memberikan peluang terhadap calon yang tidak disukainya untuk menang. ahh...... Politik memang selalu asyik dan menarik untuk dibincang dari atas hingga lapisan grasroot selalu tak mau ketinggalan. Politik mungkin sudah menjadi "agama" baru, yang sekaligus menjadi candu.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Garut Express - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger