Home » , » TREND POLITIK BLUSUKAN

TREND POLITIK BLUSUKAN

Written By Garut Express on Monday, February 11, 2013 | 8:45 PM








Add caption

TREND POLITIK BLUSUKAN
Oleh:
IDRIS APANDI, M.Pd


TAHUN 2013-2014 adalah tahun politik. Suhu politik cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya persiapan partai politik menjelang pemilu 2014. Tahun ini pun ada Kabupaten/Kota, dan Provinsi yang melaksanakan pemilihan Kepala Daerah. Misalnya di Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat.
Seiring dengan meningkatnya suhu politik ada trend yang muncul, yaitu trend politik blusukan. Istilah blusukan dikenal sejak Jokowi mulai tampil dalam pentas politik nasional. Nama Jokowi, sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, adalah Walikota Solo yang dikenal sosok politisi yang jujur, dekat dengan rakyat kecil. Beliau masuk ke kampung-kampung, pasar-pasar, dan terminal untuk melihat dan mendengar aspirasi masyarakat. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang pro rakyat, Beliau ingin mempertahankan keberlangsungan pasar tradisional, menertibkan PKL tanpa ada perlawanan dari para PKL. Berbeda dengan tempat-tempat lain dimana setiap penertiban PKL diwarnai oleh bentrok antara PKL dengan aparat. Karena prestasinya tersebut, Jokowi mendapatkan penghargaan dari sebuah lembaga internasional sebagai peringkat ketiga Walikota terbaik di dunia.
Setelah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, nama Jokowi makin bersinar, memikat hati rakyat Jakarta. Media juga tidak luput untuk memberitakan setiap aktivitas Jokowi. Gaya blusukan digunakan Jokowi baik pada saat kampanye maupun setelah menjabat Gubernur. Hampir setiap hari, Jokowi masuk ke kampung-kampung kumuh, mengunjungi pasar tradisional, mengunjungi terminal, mengecek sungai dan bendungan, terjun langsung menangani banjir Jakarta. Dan untuk memantau kinerja aparat dan kualitas pelayanan publik, Jokowi blusukan ke instansi-instansi pemerintah.
Gaya blusukan dinilai sebagai cara yang efektif untuk merebut hati rakyat, melihat kondisi nyata di lapangan, tidak hanya mengandalkan laporan dari      bawahan yang kadang ABS alias Asal Bapak Senang. Gaya blusukan yang sudah terlanjur diidentikkan dengan sosok Jokowi diprediksikan akan banyak ditiru oleh banyak politisi untuk meraih simpati publik jelang pemilu. 
Beberapa waktu yang lalu, Presiden SBY juga blusukan ke sebuah kampung nelayan di Tangerang Banten. Media kemudian membanding-bandingkan blusukan Presiden SBY dengan gaya blusukan Jokowi. Banyak pihak menilai bahwa Presiden SBY “meniru” gaya Jokowi.  Tetapi hal tersebut dibantah oleh pihak istana karena Presiden SBY pun sudah lama suka blusukan tetapi tidak diekspose ke publik.
Penulis melihat bahwa ada perbedaan suasana antara blusukannya Jokowi dan SBY. Ketika Jokowi blusukan ke kampung-kampung, suasana terlihat sangat akrab, hampir tidak ada jarak antara Jokowi dengan rakyat. Sementara Presiden SBY meskipun tampak dekat dengan rakyat, tapi suasana protokoler masih terlihat. Presiden dikelilingi Paspampres berpakaian preman. Hal itu sebenarnya wajar saja, karena sebagai kepala negara, Presiden beserta keluarganya wajib untuk dikawal oleh Paspampres diminta atau pun tidak. Namun, blusukannya SBY banyak yang menilai dalam rangka pencitraan partai Demokrat menghadapi Pemilu 2014. SBY sendiri sudah tidak bisa mencalonkan kembali menjadi Presiden karena sudah menjabat Presiden sebanyak dua kali masa jabatan.
Sebenarnya gaya politik blusukan bukan hal yang baru dilakukan oleh seorang pemimpin negara. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto melakukan kegiatan sambung rasa dengan para petani, mengadakan panen raya bersama petani. Pada acara sambung rasa, presiden memberikan arahan sekaligus mendengarkan menjawab pertanyaan dari para petani. TB Hasanuddin, mantan ajudan Presiden yang kini menjadi anggota DPR mengatakan bahwa Presiden Soeharto pernah blusukan dengan cara “menyamar” sebagai rakyat, tanpa protokoler dan mengendarai kendaraan sendiri. 
Seorang pemimpin memang harus blusukan. Mau turun langsung ke lapangan tanpa banyak protokoler dan gembar-gembor. Mau melihat, mendengar, dan merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya.  Karakter pemimpin yang seperti itu yang saat ini dibutuhkan di tengah-tengah krisis kepemimpinan di masyarakat. Stigma karakter pemimpin selama ini adalah birokratis, protokoler, dan jauh dari rakyat. Stigma tersebut harus diubah di tengah semakin kuatnya tuntutan karakter pemimpin yang mengayomi rakyatnya.
Dari sisi komunikasi, blusukan adalah sebuah pola komunikasi politik antara pemimpin dengan rakyatnya. Pesan yang ingin dimunculkan adalah komunikasi empatik, humanis, partisipatif, serta egaliter antara pemimpin dengan rakyatnya. Karena pada dasarnya pemimpin adalah pemegang mandat rakyat.
Dalam sejarah Islam pun model politik blusukan sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para khalifah. Dan itulah yang menyebabkan kaum quraisy bisa menerima agama Islam. Dalam sebuah riwayat diceritakan bagaimana Rasulullah SAW setiap hari menyuapi seorang perempuan kafir quraisy yang buta. Perempuan itu tidak tahu bahwa yang menyuapinya setiap hari adalah Rasulullah SAW. Sambil disuapi oleh Rasulullah SAW, dia terus berbicara menjelek-jelekkan Rasulullah. Tapi Beliau tidak menghiraukan ocehan perempuan tersebut. Beliau terus menyuapi perempuan tua tersebut hingga Beliau wafat.
Suatu hari datang Abu Bakar untuk menggantikan Rasulullah SAW menyuapi peremuan buta tersebut. Tetapi perempuan buta tersebut menolak dan mengatakan bahwa yang menyuapinya adalah orang yang berbeda, bukan orang yang sudah biasa menyuapinya. Lantas Abu Bakar berkata bahwa orang yang suka menyuapinya selama ini adalah Rasulullah SAW dan Beliau telah wafat. Mendengar hal tersebut, perempuan tersebut menangis. Orang yang dia jelek-jelekkan selama ini, ternyata adalah orang yang suka menyuapinya. Dilandasi oleh kemuliaan akhlak Rasul, akhirnya perempuan buta itupun mengucap dua kalimah syahadat, masuk Islam.
Dalam kisah lain diceritakan khalifah Umar bin Khatab setiap malam blusukan ke kampung untuk mengontrol keamanan rakyatnya. Dan suatu malam di sebuah rumah Beliau menemukan dua anak yang tengah menangis minta makan dan ibunya tengah memasak air. Kemudian Beliau menghampirinya dan bertanya kepada sang ibu. Sang ibu mengatakan kedua anaknya tersebut  menangis karena kelaparan. Beliau kemudian pergi ke gudang, memanggul sendiri gandum, dan memberikannya kepada sang ibu.
Kedua kisah tersebut memberikan gambaran bahwa pemimpin yang blusukan adalah pemimpin yang bertipe melayani rakyat sehingga mampu memikat hati rakyat. Tanpa dipaksa, rakyat pun akan taat dan mencintai pemimpinnya. Mampu membangkitkan kepercayaan dan membangun wibawa.
Gaya Jokowi yang blusukan banyak menginspirasi banyak politisi dan pemimpin untuk meniru gaya Jokowi. Meskipun demikian, image blusukan sudah terlanjur melekat dalam sosok Jokowi. Sama halnya dengan baju kotak-kotak yang dipakainya pada masa kampanye Calon Gubernur DKI. Banyak pasangan calon Kepala Daerah yang juga menyontek menggunakan baju kotak-kotak tapi gagal meraih simpati. Menurut penulis, masalahnya bukan terletak pada blusukan atau baju kotak-kotak, tapi terletak kepada kompetensi dan integritas. Oleh karena itu, bagi seorang calon pemimpin hendaknya memiliki dua sifat tersebut. Blusukan ke kampung-kampung jangan hanya pada saat kampanye saja, tetapi setelah memimpin harus melakukan hal yang sama supaya tidak disebut pencitraan.

Penulis, Praktisi Pendidikan, Pemerhati Masalah Sosial, Tinggal di Kab. Bandung Barat

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Garut Express - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger