Cerita miring tentang para wakil rakyat seakan tak
pernah habis, sehubungan dengan perilaku mereka yang kerap kontroversial dengan
keinginan rakyat sebagai pihak yang diwakilinya. Berbagai kritik, sindiran,
parodi dan bahkan hingga cacian dan hujatan sekalipun, sepertinya hal itu
bagaikan angin lalu yang hanya lewat sepintas saja. Kalau meminjam istilah
(Alm.) KH. Zainuddin MZ perilaku tersebut bagaikan mental kulit badak, muka
tembok, kuping kebo. Padahal jika mengacu kepada dogma agama berkhianat
terhadap amanat yang diberikan adalah salah satu ciri orang munafik (hipokrite).
Namun jika predikat munafik (hipokrite) tersebut dilekatkan kepada mereka, maka
jelas mereka akan menolak mentah-mentah melalui berbagai jurus dan argumentasi
yang sangat “memukau”, alhasil ingin tetap dianggap manusia yang benar.
Seperti halnya yang kini terjadi menimpa sebagian
besar para anggota DPRD Kabupaten Garut. Penyakit malas dan kurang peduli akan
tugas dan kewajibannya, kini sedang menghinggapi mereka hampir tiap tahunnya.
Pasca libur lebaran sebagian besar para anggota DPRD Garut mangkir dari
tugasnya. Pada hari pertama masuk kerja, lebih dari 40 orang tak masuk kerja.
Pada hari ketiga para anggota dewan yang masuk hanya 15 orang, bahkan pada saat
momen sangat penting yaitu pada Rapat Paripurna Istimewa HUT ke 68 RI tanggal 16 Agustus 2013 lalu
dengan agenda mendengarkan kenegaraan pidato Presiden, ternyata hanya 25 orang
saja yang hadir dari 50 orang yang tercatat sebagai anggota. Perilaku seperti
ini sangat jauh dari nilai keteladanan dan cukup memprihatinkan.
Padahal mereka semua (para anggota DPRD Garut) telah diberikan
segala haknya, seperti gaji, fasilitas kantor dan transportasi,
tunjangan-tunjangan dan kesejahteraan lainnya yang sangat cukup dan jauh
berbeda dengan apa yang dirasakan oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Akan
tetapi semua itu masih belum bisa membangkitkan dan membangun semangat kerja
yang maksimal. Bahkan baru-baru ini disinyalir fasilitas kelengkapan kerja para
anggota dewan seperti meubeler yang terdiri dari meja dan kursi pun telah
diganti dengan yang baru. Bahannya pun tak tanggung-tanggung, terbuat dari kayu
jati berkualitas tinggi yang tentunya dengan harga yang cukup mahal. Bahkan
harganya ditaksir hingga mencapai seatus jutaan rupiah dengan proyek pengadaan
sarat kolutif.
Mangkir kerja setelah libur panjang pada hakikatnya
bahwa pada jiwa mereka masih tersimpan jiwa hedonis. Dari sisi lain hal ini
adalah sifat dan sikap manusia yang pada umumnya lebih mementingkan diri
sendiri dari pada mementingkan kepentingan rakyat. Masih sangat jauh dari sikap
dan sifat altruistis. Perilaku para politisi kita masih masih sangat jauh dari
cita-cita reformasi dan demokrasi yang membangun pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian karena kita kadung menganut sistem
politik demokrasi meskipun masih abal-abak, maka sebaik atau seburuk apapun
partai politik dan para politisinya, tetap harus diterima. Demikian kata Prof.
Dr. H. Mahfud MD. Termasuk perilaku hedonis dan sifat malas. Namun demikian hal
itu bukan berarti memperbolehkan sikap dan sifat seperti itu tetap dipelihara.
Harapan kinerja yang optimal dari para anggota dewan
tak pernah surut. Partai politik diharapkan bisa mengadakan rekruitmen atau
audisi para calegnya secara kualitatif, transparan dan sangat jauh jauh dari
perilaku asal-asalan. Karena rekruitmen caleg yang asal-asalan akan menciptakan
hujan kritik yang cukup deras sebagai akibat dari kinerja yang buruk,
pembangunan yang lamban serta pelayanan publik yang buruk pula. Walaupun secara
filosofi kritik bersifat membangun, akan tetapi secara logika dalam budaya
kita, orang belum sepenuhnya menganggap kritik sebagai sebuah kebaikan atau
obat. Oleh karena itu rekruitmen caleg berkualitas adalah sebuah keniscayaan,
karena dipastikan akan memiliki kinerja yang baik, yang sangat bermanfaat bagi
masyarakat. Semoga para anggota DPRD Garut mendatang lahir dengan kualitas dan
integritas tinggi. Amin!. ***
0 comments:
Post a Comment