![]() |
Hasanuddin |
Rieke Diah Pitaloka
adalah Dewi Sartika di Zamannya !
Seratus sepuluh tahun yang lalu (1902) Dewi Sartika (1884-1947)
menggagas pendidikan untuk kaum perempuan. Pendidikan untuk kaum perempuan pada
era tersebut adalah gagasan yang melanggar tradisi. Namun, Dewi Sartika
melampaui tradisi tersebut, perempuan juga berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Dari ruangan kecil dibelakang rumahnya di Bandung, Ia mulai
merintis pendidikan bagi kaum perempuan, mengajar anggota keluarganya yang
perempuan membaca dan menulis, selain merajut, menjahit dan memasak.
Pada tahun 1904, berkat kegigihannya berdirilah sekolah
perempuan pertama di Bandung, kemudian menyebar ke berbagai daerah lainnya di
Pasundan (Jawa Barat). Dengan segala keterbatasan, Ia merintis cakrawala baru,
tidak hanya bagi kaum perempuan tetapi masyarakat secara luas. Jika kaum
perempuan diberikan kesempatan mengenyam pendidikan, maka dapat membantu
kehidupan sosial dan peradaban yang selama ini dianggap sebagai “dunianya” kaum
pria.
Dewi Sartika adalah sosok yang hidup di era penjajahan.
Sebagai bagian dari masyarakat, ia adalah
“kaum pribumi” terjajah; masyarakat kelas dua di era tersebut. Sebagai seorang
perempuan, Ia ditempatkan dalam ‘paradigma sosial kaum pria” yang menempatkan
perempuan dalam penugasan “sumur, dapur dan kasur”.
Namun Dewi Sartika tidak mau terlibat dalam “pemberontakan sosial”
secara teoritik dengan melakukan kritik paradigmatik, Ia langsung melibatkan
dirinya dengan membangun kepercayaan diri kaum perempuan, membangun harapan dan
semangat melalui kegiatan pendidikan bagi perempuan.
Kita tidak menemukan “pemberontakan sosial” dalam pengertian politis.
Kita hanya menemukan jejak etis dan berkepribadian untuk keluar dari tradisi
lama. Sangat sederhana dan fundamental; belajar, mendidik, mengajarkan budi
pekerti dan kemampuan baca-tulis pada sesama kaumnya, hingga mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak dengan mendirikan sekolah untuk kaum perempuan di berbagai
tempat di Tanah Pasundan.
Seratus sepuluh tahun kemudian, setelah pendidikan untuk kaum
perempuan dirintis, kini muncul sosok perempuan segigih dan setotalitas Dewi
Sartika, yang hendak membangun cakrawala baru di bidang politik, Ia adalah
Rieke Diah Pitaloka.
Rieke Diah Pitaloka dilahirkan di Garut, pada tanggal 8
Januari 1974. Ia memiliki kecerdasan dan berbagai kemampuan dan aktif dalam
berbagai kegiatan di sekolahnya (SMP N 2 Garut, SMU 1 Garut); Marchind band,
Basket, Atletik Loncat Jauh, selain aktif di dunia seni, Ia juga seorang
penulis.
Lulusan Fakultas Sastra Belanda Universitas Indonesia, STF
Driyakara, dan S-2 di Universitas Indonesia dengan Tesis “Banalitas Kejahatan:
Aku yang tak Mengenal Diriku, telaah Hannah Arendt Perihal Kekerasan Negara”,
yang kemudian dijadikan buku dengan judul “Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat”,
karya lainnya adalah “Renungan Kloset”.
Di masyarakat luas, Ia dikenal sebagai sosok “Oneng” lewat
perannya dalam sinetron Bajaj Bajuri. Ia juga aktif di teater dan ikut
pementasan garapan Putu Wijaya dalam judul “Cipoa”. Film karya empat sutradara
perempuan berjudul Lotus Requiem, yang kemudian judulnya diubah menjadi
“Perempuan Punya Cerita”. Ia juga mendidirikan yayasan yang diberi nama
“Yayasan Pitaloka”, bergerak di bidang Sastra dan sosial kemasyarakatan.
Di setiap bidang yang ditekuninya, ia selalu menonjol dan
menjadi bintang. Beberapa penghargaan diraihnya, pernah menjadi Duta Indonesia
dalam Festival Puisi Internasional Winter Nachten Den Haag, Belanda, Duta Insan
Berwawasan Lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Maret 2006, Artis
Peduli Kependudukan dan KB dari BKKBN, Duta Energi dari Sundaya Foundation, 99
Most Powerful Women Versi Majalah Asia Globe, 2011, 100 Wanita Indonesia Paling
berpengaruh (2011), versi Indoline, 100 Tokoh Muda Indonesia Paling Berpengaruh
(2011) versi Indoline dan Politisi Paling Berpengaruh, serta Nominasi Charta
Politika Award III Kategori Politisi Partai Oposisi 100 Wanita Indonesia Paling
berpengaruh (2012) versi Indoline.
Rieke Diah Pitaloka kini menjabat sebagai Anggota DPR RI. Di
Komisi IX, Ia merupakan salah satu anggota Panitia Khusus RUU Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), suatu bidang perhatiannya untuk kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat.
Jika, Dewi Sartika membuka cakrawala baru di bidang
pendidikan dan terbukti setelahnya banyak melahirkan kaum perempuan terdidik, maka
Rieke Diah Pitaloka berjuang untuk membuktikan bahwa kaum perempuan juga mampu
memimpin Tanah Pasundan (Jawa Barat).
Seperti hendak mengikuti pendahulunya, Rieke tidak mau
berdebat soal “Paradigma Lama”, tetapi langsung terlibat menjadi Calon Gubernur
Jawa Barat, meyakinkan berbagai pihak bahwa Ia mampu memimpin, mampu memecahkan
permasalahan yang kronis akibat kesalahan pemerintahan terdahulu.
Disparitas pembangunan Utara-Selatan Jawa Barat, tingginya
angka pengangguran, infrastruktur desa dan pertanian yang tidak terurus,
sulitnya masyarakat miskin mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan persoalan lainnya, yang
menjadi fokus kerjanya jika Ia terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat.
Rieke Diah Pitaloka yang lahir dan dibesarkan di Garut tentu
akan memahami situasi daerahnya, hal ini penting untuk kembali mengurai dan
memecahkan persoalan yang dialami pemerintahan daerah setelah hampir 2 periode
bermasalah. Tuntutan pemekaran dari Garut Selatan dan Utara tentu menjadi fokus
tersendiri yang harus diselesaikan dalam waktu yang cepat.
Sebagai “Orang Garut”, tentu saja Ia memahami secara
sosiologis dan peta social-ekonomi-politik Kabupaten Garut, apa yang menjadi
harapan dan keinginan warga tentu sudah lama terpendam dalam dirinya.
Dewi Sartika telah berhasil merintis pendidikan bagi kaum
perempuan di tanah Pasundan, dalam beberapa tahun kemudian melahirkan kaum
perempuan terdidik. Rieke Diah Pitaloka adalah hasil dari kegigihannya. Kini,
era telah berubah, Rieke Diah Pitaloka melanjutkan perjuangan para
pendahulunya, merintis jalan memimpin Jawa Barat. Tidak mudah tentunya, tetapi
kerikil tajam, sandungan dan hambatan akan dilalui dengan kerja kerasnya dan
dukungan berbagai pihak, Ia merupakan representasi semangat kaumnya, Ia adalah Dewi Sartika di zamannya !.
HASANUDDIN
Pendiri Pusat
Informasi dan Studi Pembangun (PISP)
Dan Bendahara Umum DPN REPDEM
0 comments:
Post a Comment