Oleh Hendra Permana, S.Pd.,M.Pd.
Berevaluasi Ria dengan Gadget Milik Guru dan Siswa
Sudah menjadi kewajiban seorang pendidik untuk melakukan tiga tahapan mendidik siswa dalam kesehariannya. Pertama, Merencanakan apa yang akan diajarkan dengan mengacu pada patokan apa yang akan di capai, kedua; melakukan proses mendidik dengan langkah-langkah pengajaran yang telah ditentukan dalam fase pertama, dan, ketiga; melakukan refleksi dan evaluasi proses pembelajaran dan efektifitas metode mengajar yang dilakukan. Namun Seringkali dalam keseharian mengajar, guru terfokus hanya pada metode, teknik dan pendekatan apa yang digunakan untuk mentransformasi ilmu yang harus dikuasai siswa, dan dalam implementasinya hanya terfokus pada isi bahan ajar yang tidak dihasilkan sendiri sehingga menciptakan ketidak arif-an konten pada keseharian pembelajaran siswa.
Dua tahapan mengajar senantiasa dilakukan guru, tetapi tahapan ketiga, refleksi dan evaluasi, terkadang terlupakan atau dilaksanakan dengan cara yang kadang terkesan biasa dan tidak berubah dari waktu kewaktu. Sebagai perumpamaan, refleksi terkadang terlewat karena alasan jam pelajaran tidak cukup; begitu pula evaluasi hasil belajar tidak terlaksana secara berkesinambungan karena guru sibuk menghabiskan lembar demi lembar buku sumber yang tersedia dan ada kalanya melupakan batasan standar kompetensi yang harus dicapai siswa dalam kurikulum.
Berevaluasi Ria dengan Gadget Milik Guru dan Siswa
Sudah menjadi kewajiban seorang pendidik untuk melakukan tiga tahapan mendidik siswa dalam kesehariannya. Pertama, Merencanakan apa yang akan diajarkan dengan mengacu pada patokan apa yang akan di capai, kedua; melakukan proses mendidik dengan langkah-langkah pengajaran yang telah ditentukan dalam fase pertama, dan, ketiga; melakukan refleksi dan evaluasi proses pembelajaran dan efektifitas metode mengajar yang dilakukan. Namun Seringkali dalam keseharian mengajar, guru terfokus hanya pada metode, teknik dan pendekatan apa yang digunakan untuk mentransformasi ilmu yang harus dikuasai siswa, dan dalam implementasinya hanya terfokus pada isi bahan ajar yang tidak dihasilkan sendiri sehingga menciptakan ketidak arif-an konten pada keseharian pembelajaran siswa.
Dua tahapan mengajar senantiasa dilakukan guru, tetapi tahapan ketiga, refleksi dan evaluasi, terkadang terlupakan atau dilaksanakan dengan cara yang kadang terkesan biasa dan tidak berubah dari waktu kewaktu. Sebagai perumpamaan, refleksi terkadang terlewat karena alasan jam pelajaran tidak cukup; begitu pula evaluasi hasil belajar tidak terlaksana secara berkesinambungan karena guru sibuk menghabiskan lembar demi lembar buku sumber yang tersedia dan ada kalanya melupakan batasan standar kompetensi yang harus dicapai siswa dalam kurikulum.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, evaluasi hasil belajar meliputi konsep dan praktik; seperti biasa guru dapat mengevaluasi siswa dengan evaluasi berbasis kertas (Paper Based Test) dimana semua pekerjaan diselesaikan dalam lembar kerja, tetapi ada tawaran yang lebih menyenangkan yakni mencoba menggunakan fasilitas dalam Google namanya Google Drive. Fasilitas ini menyediakan beberapa fitur Microsoft Office sehingga guru bisa menuliskan materi yang biasa ditulis dalam kertas menjadi teks elektronik (Hypertext);pra-syarat penggunaan program ini adalah guru dan siswa wajib mempunyai e-mail berekstensi gmail, contoh hendra.smith76@gmail.com, sehingga antar keduanya bisa menggunakan fungsi membagi (share) file sekaligus bisa mengedit dokumen secara langsung. Dokumen yang dituliskan akan menjadi milik Google tetapi apabila perlu bukti fisik, guru dan siswa dapat mengunduhnya.
Evaluasi praktek kecakapan siswa dalam berbicara seperti menarasikan, mendeskripsikan, mengargumentasikan bahkan memerankan cenderung dilakukan oleh sebagian guru di dalam kelas semata; tentunya tidak lah salah, tetapi hal tersebut juga merupakan salah satu yang tidak disukai siswa dengan alasan “banyak takutnya” takut salah mengucap, mengekspresikan, memerankan, yang pada akhirnya akan menciptakan “salah tingkah” sehingga hasil yang dipraktekan siswa terkadang tidak memenuhi kriteria yang diharapkan guru. Untuk menciptakan kondisi yang fair guru dapat melakukan beberapa langkah seperti merekondisi evaluasi menjadi evaluasi dokumentasi; dimana guru meminta siswa merekam apa yang mereka lakukan dalam bentuk audio visual. Proses ini tentu saja dapat dilakukan oleh siswa dan akan menyenangkan baginya karena kemudahan alat dan kesederhanaanya yakni menggunakan fasilitas video dalam telepon genggam mereka. Keuntungan bagi siswa, mereka tidak akan gugup karena ada disekitar daerah privasinya tanpa ada tekanan dari guru atau olokan senda gurau teman sekelasnya, dan mereka akan bisa memberikan penampilan terbaik karena mereka bisa mengedit beberapa kali sebelum disetorkan kepada guru.
Selanjutnya, bila guru berkeinginan mendapatkan dokumentasi yang berbentuk suara (audio) saja, maka program Adobe Audition dapat digunakan untuk merekam suara siswa dengan system editing yang tidak terlalu rumit dan peralatan yang diperlukan hanya laptop guru dan mikropon tempel atau earphone plus mikropon telepon gengam yang dimiliki oleh sebagian siswa. Jadi prosesnya guru atau siswa menyediakan program Adobe Audition pada laptop kemudian rekam satu persatu suara siswa dengan perantara mikropon. Setelah selesai, ini yang menjadi penting, libatkan siswa untuk memberikan penilaian versi siswa terhadap suara teman mereka agar mereka dapat mengevaluasi kelebihan dan kekurangan antara mereka. Berikanlah dokumen rekaman pada siswa dengan menggandakan file-nya. Satu yang tak boleh dilupakan bahwa program ini tidak hanya sekedar merekam suara siswa, tetapi juga suara guru, mulailah guru merekam bahan ajar Listening milik sendiri dengan berkolaborasi dengan rekan sejawat agar karakter isi mencerminkan kreatifitas guru dalam menyediakan bahan ajar sesuai dengan tujuan kurikulum sekolahnya masing-masing.
Akhirnya pemaparan di atas semata-mata hanya pengalaman penulis dalam upaya melakukan pendekatan pengevaluasian beberapa tahun terakhir, dan menemukan kenyataan bahwa para siswa ternyata dapat memunculkan performa terbaiknya dalam berekspresi, bila mereka merasa tidak canggung dan gugup ketika dites, serta memunculkan ketertarikan karena alat yang digunakan seperti media elektronik karena Gadget tersebut bagian keseharian mereka. Di lain pihak, guru bisa melakukan penilaian seksama untuk mendapatkan penilaian maksimal karena dokumen elektronik dapat diputar berkali-kali; berbeda tentunya bila penilaian di kelas dengan berbagai kekurangannya, guru tidak akan leluasa menilai siswa karena durasi jam pelajaran tidak cukup untuk mengulang peran beberapa kali untuk hanya satu siswa. Bila pendekatan ini menjadi ketertarikan para guru, penulis berkeyakinan pendekatan ini semata-mata untuk meningkatkan kompetensi siswa dan memudahkan guru mengevaluasi dan merefleksi apa yang menjadi kekurangan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar.
Penulis, adalah guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 11 Garut
0 comments:
Post a Comment