ANGGANA WISESA/GE SALAH seorang pedagang daging sapi tampak sepi pebeli di Pasar Mandalagiri, Kecamatan Garut Kota, Senin (19/11).* |
KOTA, (GE).- Sejak lebaran iedul fitri tahun ini, harga daging sapi di pasaran, terus merangkak naik. Namun, bila pada iedul fitri melonjaknya harga karena banyaknya pembeli, maka kini justru karena jarangnya sapi yang dijual di pasaran. Tidak hanya jarang saja, harga sapi potong pun relatif mahal, sehingga terpaksa pedagang menaikan harga jualnya. Kondisi tersebut, berimbas pada menurunnya jumlah pembeli daging sapi di pasaran.
Leti, salahseorang pedagang sapi di bilangan pasar Mandalagiri, Kecamatan Garut kota mengaku, kini dalam satu minggu ia hanya bisa menyembelih dua ekor sapi saja. Padahal di hari normal, biasanya ia bisa menyembelih sampai lima ekor dalam setiap minggunya. Ia menyebutkan, hal tersebut disebabkan karena sepinya pembeli daging sapi karena harganya yang relatif mahal dibandingkan harga dihari biasa.
"Saat ini penjualan daging sapi sangat sepi dari pembeli. Dan memang harga sapi dipasaran sedang meningkat. Peningkatan harga daging sapi sendiri, terjadi sejak lebaran iedul fitri. Dan sampai sekarang terus naik. Dulu pas iedul fitri, kita menjual Rp 74 ribu perkilonya, dan sebetulnya itu sudah masuk mahal," ujarnya saat ditemui di kiosnya, Senin (19/11).
Meski mengalami kenaikan, Ia menyebutkan, harga jual daging sapi di Garut, tidak seperti yang terjadi di Jakarta atau Bandung. Bila di dua kota besar tersebut harga per kilonya mencapai Rp 100 ribu, maka di Garut ini Rp 84 ribu setiap kilonya. Harga tersebut pun sebetulnya terpaksa, karena harga sapi potongnya memang relatif sangat mahal dari harga biasanya. Mahalnya hargha sapi sendiri setahunya, dikarenakan kurang tersedianya sapi potong, termasuk kurangnya pasokan dari wilayah pemasoknya, yaitu wilayah jawa.
Namun, meski dalam kondisi sulit pembeli, Leti mengaku masih memiliki pelanggan setia, yaitu mereka para penjual baso. di lain pihak, ia mengungkapkan, karena kurangnya pasokan sapi, para bandar sapi potong di Garut sampai berhenti. "Tidak sedikit para bandar sapi potong, sampai berhenti karena kesulitan mencari pasokan sapi," ungkapnya.
Widy (35), salah seorang pembeli daging sapi asal Tarogong, mengaku cukup berat dengan terus naiknya harga daging sapi di pasaran. Ia yang mengaku berprofesi sebagai tukang sate, mengaku bingung bila harus menaikan harga atau mengecilkan ukuran sate. Semenjak naik, ia mengaku sudah menaikan harga dan mengecilkan ukuran beberapa kali. Dan imbasnya, ia harus menerima komplain dari para pelanggannya.
"Karena menaikan harga dan mengecilkan ukuran, saya sampai di komplain pelanggan. Tapi bagaimana lagi, hal itu terpaksa dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga daging sapi di pasaran," akunya. Ia sangat berharap agar harga daging ini bisa kembali normal seperti sediakala. Karena denga normalnya harga daging, baginya, pelanggannya pun pasti akan stabil dan tidak akan komplain dengan ukuran ataupun harga sate yang dijualnya. (Awis)***
0 comments:
Post a Comment