Home » , » Susahnya Menyelami Gaya Komunikasi Politisi

Susahnya Menyelami Gaya Komunikasi Politisi

Written By Garut Express on Sunday, March 3, 2013 | 11:12 PM


Susahnya Menyelami Gaya Komunikasi Politisi
Tidak bisa dipungkiri ruang publik di negeri ini nyaris penuh sesak dengan sepak terjang para politisi dengan segala gayanya. Bahkan tak jarang masyarakat sulit membedakan antara politisi dan selebriti karena  mereka begitu dominan menghiasi ceruk informasi di media. Hal sekecil apapun dari perilaku mereka bisa dipastikan akan diangkat habis-habisan oleh media massa
Maraknya pemberitaan tentang mantan Bupati Garut Aceng HM Fikri menjadi contoh nyata betapa dahsyatnya kekuatan media. Sayangnya dalam kasus yang membelitnya, Aceng HM Fikri terlihat memainkan komunikasi yang tidak efektif sehingga malah menimbulkan antipati publik.
Hal yang sama juga banyak dilakukan politisi lainnya, publik banyak sekali menemukan  gaya-gaya komunikasi yang terlihat “buruk” saat mereka memberikan pernyataan dihadapan media. Saat mereka bicara, seringkali public harus mengernyitkan dahi dan sibuk menafsirkan makna sesungguhnya dari  ucapan mereka yang sering terdengar abstrak.
Pada sisi ini tampaknya seringkali para politisi tidak menyadari dampak dari apa yang mereka ucapkan, padahal sekali saja mereka “salah omong” penghakiman dan cap negatif akan langsung dijatuhkan masyarakat. Dampak lainnya bahkan bisa lebih luas dan memperburuk partai politik dan lembaga perwakilan tempat mereka bernaung.
Banyaknya politisi yang salah menempatkan dirinya saat berbicara kepada publik bisa saja di latar belakangi oleh tingkat pendidikan, jam terbang, budaya, dan karakter individual. Beberapa hal tersebut baik langsung maupun tidak akan berdampak kepada cara dan gaya mereka berkomunikasi. Seorang pakar komunikasi, Edward T. Hall mengkategorikan komunikasi itu kedalam dua gaya. Pertama, adalah budaya konteks tinggi sebagaimana lazimnya di benua Asia pada umumnya, dan kedua, adalah budaya konteks rendah sebagaimana dianut oleh masyarakat Eropa dan Amerika. Orang yang dibesarkan dalam budaya konteks rendah umumnya berbicara langsung dan lugas, sedangkan mereka yang dibesarkan dalam budaya konteks tinggi karakternya cenderung pendiam, berbicara tidak langsung dan lebih sering memposisikan diri sebagai pendengar. Gaya ini berdampak pada kesan yang lebih positif karena mereka biasanya dikelompokan kepada orang yang sopan, dapat dipercaya dan terhormat.
Berkaca dari hal tersebut, tampaknya sudah saatnya para politisi “belajar” melakukan komunikasi yang efektif dengan memahami psiko sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Dengan berkomunikasi secara efektif, setidaknya para politisi bisa berperan untuk mengarungi kegaduhan politik yang terus menerus terjadi di negeri, pada presfektif lain hal ini juga akan menghasilkan citra positif bagi mereka dihadapan rakyat yang notabene pemilik sejati dari demokrasi.****
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Garut Express - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger