![]() |
Oleh : Hj. Yeti Indrawati, S.Pd. M.Pd |
Orang tua hanya sedikit diberi ruang untuk berpartisifasi dalam memberi bantuan, itupun harus atas rekomendasi profesional yang berhubungan dengan perlakuan sehari-hari.
Di tahun 1980-an selanjutnya, praktek profesional berubah pada apa yang disebut “ Pendekatan yang berorientasi keluarga “. Dalam pendekatan ini, diagnosis dan perlakuan masih dipegang oleh professional. Tetapi orang tua dan guru atau pendidik dilibatkan dalam tingkatan yang lebih besar dengan metode yang lebih sistematis dalam aktivitas dan rutinitas di lingkungan rumah dengan memperhatikan alur yang sudah disepakati, untuk tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1990 an terdapat perubahan “Menuju pendekatan berpusat pada keluarga “.Dalam melakukan intervensi, pendekatan ini lebih banyak melibatkan anggota keluarga dalam mendeskrifsikan dan menentukan hakikat keluarga, artinya keluarga memegang peranan penting dalam upaya membantu anak dalam setiap aktivitas tanpa harus mengekang kebebasan anak itu sendiri, dimana anak juga memiliki prinsip yang harus dijaga dan dihargai.
Selanjutnya untuk mempermudah pendekatan dengan kemunculan konsep literatur , yang pertama seperti adanya akademikpemberdayaan (empowering).Istilah ini diperkenalkan dalam filosofi pembebasan dari Freire, maksudnya bantuan yang diberikan keluarga dengan mengacu pada memelihara dan mengembangkan rasa menentukan diri sendiri, rasa percaya diri untuk kemampuan bertindak dalam kehidupannya sehari-hari, karena ABK biasanya lebih peka dalam menjalani lingkar kehidupannya, sering kali timbul rasa curiga yang kurang berdasar, sehingga keluarga harus bisaa mengatasi dengan caranya sendiri tanpa menimbulkan hal yang negatif.
Sementara pada konsep ke dua, yaitu pemupukan kemampuan (enabling), penciptaan kesempatan bagi keluarga untuk mendapatkan sumber-sumber kekuatan sendiri dan kemampuan sendiri dengan membangun atas dasar tanggung jawab demi memahami kebutuhan anaknya. Karena dibalik kekurangan, ternyata anak memiliki kelebihan di luar dugaan, dengan cara binaan minat dan bakat yang terus dipupuk, yang tanpa disadari akan menjelma menjadi kekuatan yang dapat meningkatkan rasa percaya dirinya.
Terfokus pada sebuah pendekatan yang lebih kuat untuk ditujukan pada pengembangan sumber-sumber yang ada pada diri anak dan keluarga sebagai titik awal di mana penekanannya pada tingkatan kesadaran dan mobilisasi kemampuan keluarga dan kesempatan untuk membangun kompetensinya.
Pada sesi tiga ini lebih ditonjolkan pada kemitraan atau partisipasi orang tua, yang mencerminkan sikap positif bekerja sama antara orang tua dan profesi lainnya untuk mencari solusi yang terbaik bagi ABK dengan cara :
* Saling menghargai satu sama lain, timbulnya satu rasa satu hati yang berkesinambungan
* Transfaran, keterbukaan dalam sikap dan perasaan, tak ada yang perlu disembunyikan
* Pertukaran pengalaman dan pengetahuan untuk lebih jauh memahami berbagai permasalahan yang timbul selama dekade tertentu
* Negosiasi untuk menemukan solusi yang disetujui semua pihak, supaya adanya kemudahan dalam penanganan bentuk apapun
Melihat faradigma di atas, perubahan dalam struktur sosial dan orientasi nilai beserta dampaknya pada keluarga dan anak akan terasa sekali apabila kemitraan dan partisifasi orang tua sudah tidak ada, hal itu akan mempengaruhi dampak negatif yang akan menjadikan sikap labil bagi si anak. Sehingga dalam hal ini orang tua dituntut untuk lebih memahami bagaimana menyikapi persoalan-persoalan yang kerap timbul dalam kehidupannya.
Dari berbagai sumber :
Penulis guru SLB Negeri B Garut, Jln. RSU No. 62 Garut
0 comments:
Post a Comment