Home » , » Mitos Politik Busana Kotak-Kotak Jokowi

Mitos Politik Busana Kotak-Kotak Jokowi

Written By Garut Express on Friday, November 30, 2012 | 7:31 AM




Oleh : Rohmat Aripin S.IP.M.Si.

Penampilan nyentrik orang-orang yang memiliki popularitas kerap menjadi tiruan bagi orang-orang yang melihatnya, meski hal itu belum tentu cocok bagi semua orang. Misalnya saja yang sempat penulis ingat ketika era Orde Baru seorang pengusaha yang sangat dekat dengan penguasa saat itu adalah Mohammad Hasan atau yang lebih akrab dengan panggilan Bob Hasan. Dia memiliki tampilan nyentrik dalam penataan rambut yang terkesan “cuek”. Jarang disisir apalagi hingga ditata dengan rapi ke salon. Namun hal itu malah menjadikan ciri khas penampilan dirinya dalam keseharian.

Kemudian ada lagi ikon seorang pengusaha yang sangat suka dengan penampilan “cuek”-nya yaitu Bob Sadino. Dia sangat suka berpenampilan dengan selalu memakai busana bawahan celana pendek dan atasannya dengan kemeja berlengan pendek dengan corak kotak-kotak kecil. Hampir pada setiap pertemuan tidak resminya Bob Sadino selalu berpenampilan seperti itu. Celana pendek dan kemeja lengan pendek bercorak kotak-kotak kecil yang sama, hingga seolah-olah dia tak pernah ganti baju dan celana. Padahal beliau memiliki puluhan setel pakaian tersebut.

Selain itu ada pula ikon orang terkenal yang selalu berpenampilan khas lainnya. Mungkin kita mengenal nama Eep Hidayat, mantan Bupati Subang. Eep sangat lengket dengan penampilan ikat kepalanya. Dalam status sosial orang Sunda, mengenakan ikat kepala “barangbang semplak” merupakan salah satu ciri seorang tokoh dalam masyarakat. Namun ketokohan yang dimaksud lebih mengarah kepada unsur kesatriaan dan jiwa pemberani, yang dalam bahasa Sunda dikenal dengan sebutan “jawara”.

Dalam konteks dunia politik kekinian ada pula ikon seorang pemimpin berpenampilan khas dengan segala kesederhanaan serta busana bercorak kotak-kotak. Siapa dia?. Tiada lain adalah Joko Widodo atau Jokowi. Dalam setiap pertemuan menjelang dirinya mendaftar sebagai bakal calon Gubernur DKI Jakarta dan setelah dirinya dinyatakan “lulus” oleh KPUD DKI sebagai calon Gubernur, hingga melaksanakan kampanye, Jokowi selalu memakai kemeja berlengan panjang bercorak kotak-kotak besar.

Karena kemeja berlengan panjang bercorak kotak-kotak selalu dipakai oleh orang terkenal sekelas Jokowi, maka di pasar-pasar pakaian di Jakarta, pakaian bercorak kotak-kotak tersebut laku keras dan banyak diburu orang, hingga namanya pun menjadi kemeja “Jokowi”. Anak-anak muda, remaja dan orang tua banyak yang memakai pakaian tersebut, karena dianggap sebagai simbol kesederhanaan seorang calon pemimpin. Apalagi Jokowi kerap mengenakan pakaian tersebut ketika masuk gang-gang sempit di Jakarta, ketika kampanye.

Ternyata selain masyarakat yang bangga dengan busana kotak-kotak tersebut, ada pula politisi satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang ikut nampang dengan busana bercorak kotak-kotak tersebut. Hal ini mungkin diharapkan sedikit banyak secara “spiritual politik” ada limpahan “berkah politik”, yaitu berupa kemenangan. Busana bercorak kotak-kotak oleh politisi tertentu diharapkan dapat menanamkan rasa percaya dan kekaguman, sebagaimana rasa percaya dan kekaguman masyarakat Jakarta kepada Jokowi.

Oleh karena itu benar menurut teori Maciavelli, bahwa dalam politik diperbolehkan menempuh segala cara. Apalagi cara hanya sebatas meniru pakaian yang menjadi ikon pemimpin sukses dan jujur. Malah lebih jauhnya dalam politik praktis, Maciavelli memperbolehkan cara-cara yang biasa diharamkan dan kotor sekalipun, karena menurutnya jika kekuasaan telah diperoleh, maka kekuasaan tersebut akan dilegitimasi oleh hukum. Secara teoritis di negeri kita banyak yang menyatakan menentang teori tersebut. 

Namun secara praktis jauh lebih banyak yang menganut dan melaksanakannya. Meskipun demikian para penganut teori Maciavelli tersebut sangat menolak mentah-mentah jika dirinya disetarakan dengan teori Maciavelli. Jokowi merupakan salah satu ikon pemimpin jujur saat ini. Beliau meraih sukses menduduki kursi nomor satu di DKI Jakarta, bukan semata mata karena dukungan partai pengusungnya, namun bukti kinerja ketika menjadi Wali Kota Solo yang dianggap memuaskan banyak pihak, hingga dukungan politik bagi dirinya bukan merupakan sesuatu yang dianggap sulit. 

Jadi pendapat Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, Megawati Soekarno putri di salah satu media masa beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa kemenangan Jokowi-Basuki Tjahtja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, merupakan bukti bahwa mesin politik PDIP bekerja dengan baik di Jakarta. Menurut hemat penulis pendapat tersebut adalah tak kurang benar. Mengingat dengan kapabilitas Jokowi seperti sekarang, bila Jokowi diusung oleh partai manapun, bahkan jika tidak diusung partai pun (independen), peluangnya untuk menang cukup besar.

 Secara filosofi penampilan boleh sama dan meniru, namun perilaku kinerja belum tentu sama. Kesamaan penampilan belum tentu dibarengi dengan kesamaan visi dan misi, namun tak lebih baru sebatas upaya “mengecoh” para calon pemilih. Siapapun sangat mudah untuk meniru busana, seperti busana artis, penguasaha, Bupati, polisi, TNI dan lain sebagainya. Namun meniru “isi” terlebih isi hati, pasti sulit. Dunia politik sangat dinamis. Oleh karena berbagai upaya untuk memperoleh kekuasaan dalam politik tak akan pernah ada hentinya, termasuk dalam soal busana.

Siapapun yang terpilih menjadi Gubernur Jawa Barat nanti, kita semua wajib untuk mendukungnya selama Gubernur (Baca:pemimpin) tak ingkar janji, berpihak kepada rakyat, berintegritas moral tinggi dan lain sebagainya. Menjadi seorang pemimpin adalah baik dan penting. Bahkan menurut dogma agama menjadi seorang pemimpin yang baik dan adil adalah ibadah. Namun demikian rakyat wajib cermat dalam menentukan pilihan. Tidak sekadar terbuai oleh janji-janji para calon ketika kampanye yang dibarengi dengan busana kotak-kotanya. Siapapun yang mengenakan busana Jokowi adalah baik. Namun yang kurang baik adalah jika pengenaan busana tersebut, hanya semata-mata untuk mengubah pola pikir (mindset)) rakyat dan “pencitraan”, yang seolah-olah calon yang berpakaian ala Jokowi memiliki kapabilitas seperti Jokowi. Mitos politik busana kotak-kotak Jokowi kini telah merambah ke dalam perhelatan akbar Pilgub Jawa Barat 2013 mendatang. Wallohu Alambissawab. Penulis Pemerhati Sosial, Budaya, Ekonomi dan Politik, Alumni Pasca Sarjana Universitas Garut, Wartawan Garut Express.
Share this article :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Garut Express - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger