KENAPA harus Diego Milito, bukan Andik Vermansyah. Kenapa pula harus
Internisti, bukan Garuda di dadaku. Yah, Stadion Gelora Bung Karno pada
Sabtu (28/5) kemarin, berubah warna menjadi biru hitam. Tiga puluh dua
ribu pasang mata di dalam stadion dan jutaan rakyat Indonesia
menyaksikan dilayar kaca, seakan terhipnotis lupa segalanya, lupa merah
putih, lupa keluarga, lupa akan kesulitan hidup, demi sebuah klub besar
dunia yaitu Inter Milan.
Itulah sebuah olah raga yang namanya
sepakbola. Tak ada satu negara pun yang tidak mengenal permainan si
kulit bundar ini. sepakbola telah mengubah seorang anak jalanan menjadi
super idola, mengubah sebuah tim kecil menjadi klub ternama dan
sepakbola telah mengubah dari hobi menjadi industri.
Dalam sepakbola
ternyata ada sebuah sistem aturan dan ketentuan yang harus ditaati oleh
semua komponen yang ada di dalamnya, mulai pemain, wasit, pelatih dan
tak terkecuali pula penonton. Komponen tersebut dibungkus dalam sebuah
nama Fair Play.
Jika kata fair play dipinjam untuk sebuah pengelolaan
pemerintahan yang katanya menjungjung tinggi demokrasi, tentunya akan
sama-sama memiliki tanggungjawab yang harus dijaga dan dipatuhi. Dalam
sepak bola memiliki peran masing-masing. Pemain harus disiplin di
posisinya, tidak boleh ngacak tempat, tidak boleh kasar dan melukai
lawan. Tugas wasit pun demikian, tidak boleh berat sebelah atau sengaja
membantu kemenangan salahsatu tim. Sementara tugas pelatih mempersiapkan
tim dan merancang strategi untuk meraih sebuah kemenangan yang bersih.
Sebuah
permainan yang cantik, indah penuh sportifitas dan didukung wasit yang
tegas, akan memuaskan penonton sekalipun timnya mengalami kekalahan.
Pertandingan kerap berakhir ricuh, ketika fair play dikesampingkan.
Ujung-ujungnya penonton marah, selain mencaci maki pemain, pelatih
maupun wasit, terjadi pula tindakan pengrusakan terhadap fasilitas
stadion. Tentu ini tidak mesti sepenuhnya menyalahkan penonton, apalagi
lebih konyol lagi menyerang balik penonton sampai menghancurkan
basecamp-nya.
Mesti disadari, penonton adalah bagian dari sebuah
sistem. Sebuah tim dipersiapkan dan dirancang agar pertandingan dapat
disaksikan sekaligus dinikmati oleh penonton. Sekalipun tindakan anarkis
penonton tetap tidak dibenarkan, tentunya tidak akan terjadi apabila
pertandingan tersebut menjunjung tinggi sportifitas dan fair play.
Demikian
pula dalam sebuah pengelolaan pemerintahan. Segala bentuk rancangan
program yang digulirkan, semata-mata untuk disajikan demi rakyat.
Komponen eksekutif dan legislatif, tak ubahnya sebuah tim yang
senantiasa ditunggu akselerasinya oleh rakyat. Mulailah bertindak fair
play, karena rakyat dengan sendirinya akan mengaguminya dan
mengelu-elukan, seperti halnya para ineternisti pencinta klub besar
Inter Milan. Bahkan bisa pula dikagumi secara individual, layaknya Diego
Milito atau Javier Zanneti yang telah merebut hati pencinta sepakbola
di Indonesia.***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment